Seorang pengunjung berusaha mendekati hewan ternak untuk diabadikan melalui kamera foto di padang rumput Doro Ncanga, Dompu. (photo by : Wildan Indrawan) |
Sebuah gunung yang menjadi bagian dari sejarah letusan gunung dunia, terletak di Nusa Tenggara Barat. Gunung Tambora,
sebagian berada di Kabupaten Bima dan sebagian lainnya berada di Kabupaten
Dompu. Tambora menurut cerita rakyat berasal dari kata Lakambore (bahasa Bima) yang artinya "mau kemana?". Ada pula yang menyebutnya berasal dari dua kata yaitu "ta" yang berarti mengajak dan "mbora" yang artinya menghilang, kemudian maknanya diartikan sebagai "mengajak menghilang".
Kaldera Gunung Tambora diambil dari puncak gunung ini via jalur Doro Ncanga. (photo by : SKBV Yansa) |
Gunung tambora meletus pada tahun 1815 silam,
sebelum meletus gunung ini menjadi salah satu gunung tertinggi di Indonesia
setelah puncak Cartenz di Papua dengan ketinggian 4300 mdpl. Letusan dahsyat
membuat Tambora kehilangan puncaknya dan hanya menyisakan setinggi 2851 mdpl
dan terbentuk kaldera selebar hampir 8 km dengan kedalaman sekitar 800 m.
Kaldera ini menjadi salah satu kaldera terbesar yang masih aktif di dunia.
Matahari tenggelam di balik puncak Gunung Tambora. (photo by : SKBV Yansa) |
Letusan gunung ini terdengar hingga 2600 km, abu
vulkanik tersebar hingga pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Abu vulkanik ini bahkan menyelimuti Pulau Bali dan mematikan vegetasinya. Sekitar 90 ribu jiwa
tewas akibat bencana dahsyat ini, tiga kerajaan di Bima pada masa itu harus
hilang.
Iklim dunia pun berubah, pada saat itu
terjadi musim dingin yang berkepanjangan. Tercatat dalam sejarah Eropa,
Napoleon Bonaparte harus mengalami kekalahan perang dari Inggris dan Prussia di
Waterloo akibat perubahan iklim ini. Tentaranya tidak mampu melawan hadangan
cuaca buruk ini akibat tanah berselimutkan salju dan abu tebal akibat letusan
Tambora menghalangi jarak pandang mereka saat bertempur.
Selain itu, hujan tanpa henti selama delapan
minggu mengakibatkan epidemi tifus yang menewaskan hingga 65 ribu jiwa di
Inggris. Gagal panen terjadi di beberapa negara di Asia dan Eropa sehingga
menimbulkan bencana kelaparan dan memicu kerusuhan.
Dua abad sudah Tambora mengguncang dunia
dengan letusannya, kini Tambora dikukuhkan sebagai Taman Nasional oleh Presiden
RI, Joko Widodo pada 11 April 2015 bertepatan pada hari meletusnya gunung ini
200 tahun silam. Hal ini diharapkan menjadi titik tolak kebangkitan pariwisata
di kawasan Taman Nasional Gunung Tambora.
Padang rumput yang luas menjadi pemandangan awal pada saat melintasi jalur Doro Ncanga. (aerial photo by : Wildan Indrawan) |
Wisata treking, offroad, dan petualangan
menjadi daya tarik wisatawan untuk menjelajah alam Tambora. Untuk mendaki
Gunung Tambora ada beberapa jalur yang bisa dilalui pengunjung. Jalur yang
paling populer adalah jalur melalui Desa Pancasila yang berada di sebelah barat
gunung ini. Jalur Kawinda Toi di sebelah utara, jalur Piong di sebelah timur,
serta jalur dari desa Doro Peti di sebelah selatan.
Salah satu jalur yang cukup populer yaitu
jalur dari Doro Ncanga. Jalur ini dikenal dengan medan off roadnya, pengunjung
bisa menggunakan mobil dobel gardan untuk melintasi jalur ini. Pemandangan di
jalur ini didominasi oleh padang rumput yang luas. Di awal perjalanan dari Pos
Doro Ncanga akan dijumpai beberapa hewan ternak seperti kuda dan sapi yang
berkeliaran bebas di padang rumput seperti tanpa pemilik. Hewan-hewan ini bukan
tanpa pemilik, mereka sudah ditandai semacam cap di tubuh hewan tersebut, ada
juga yang menggunakan kalung sebagai penanda. Sehingga pemilik tidak akan
tertukar hewan ternaknya.
Jalur Doro Ncanga ini tergolong jalur yang
cukup singkat untuk dilalui karena bisa menggunakan mobil dobel gardan. Harga
sewa mobil dobel gardan di sini masih cukup mahal, karena masih sedikit
pengunjung yang melewati jalur ini.
Pengunjung harus merogoh kocek hingga Rp. 4
juta untuk sekali trip pulang pergi dari Pos Doro Ncanga menuju Pos Tiga.
Biasanya pengunjung akan diantar pada pagi hari menuju pos tiga dan selanjutnya
pengunjung akan berjalan kaki dari pos tiga menuju puncak. Untuk menuju puncak
hanya dibutuhkan paling lama dua jam berjalan kaki dengan kecepatan normal.
Setelah dari puncak penyedia layanan mobil dobel gardan ini akan mengantarkan
kembali ke Pos Doro Ncanga pada sore harinya.
Teluk Saleh terlihat dari atas jalur Doro Ncanga. (photo by : Wildan Indrawan) |
Medan dari pos tiga menuju puncak tidak cukup
terjal, namun pemandangan di sini cukup memanjakan mata. Dari atas bisa dilihat
Teluk Saleh dan Pulau Moyo, hamparan sabana yang hijau berpadu dengan warna
laut yang biru menjadi obyek foto beberapa fotografer yang menjelajah melalui
jalur ini.
Bunga Edelweiss menjadi bunga yang akan selalu dijumpai di atas ketinggian 2000 mdpl. (photo by : Wildan Indrawan) |
Bunga edelweiss juga banyak ditemui di
ketinggian di atas 2000 meter. Selain itu juga terdapat bunga anggrek endemik
tambora yang baru pertama kalinya ditemukan oleh Don Hasman, sang penjelajah
alam yang telah mendaki gunung ini sebanyak sembilan kali untuk melakukan
penelitian. Penjelajah berusia 75 tahun ini mengatakan kalau Anggrek ini baru
pertama kali dia lihat sepanjang ia mendaki gunung ini sejak 2009.
Beberapa pendaki berjalan dari puncak Gunung Tambora melintasi padang rumput menuruni bukit menuju pos tiga. (photo by : Wildan Indrawan) |
Selain itu juga ada porter atau pengangkut
beban yang bisa disewa jasanya, ongkos mereka per hari sebesar Rp. 200 ribu.
Porter di sini tidak seperti di gunung-gunung wisata lainnya, mereka masih
kurang berpengalaman dalam melayani tamu. Jasa mereka sebatas membawakan beban
pengunjung hingga menuju puncak. Masih sedikitnya pengunjung di Tambora membuat
mereka kurang memahami servis apa yang akan diberikan kepada pengunjung.
Yamin, salah satu porter yang kesehariannya
bekerja sebagai petani ini mengaku pekerjaan sebagai porter hanya menjadi
pekerjaan sampingan saja. “Saya cuma melayani tamu setahun tiga kali.”
Ungkapnya. Dia menuturkan pengalamannya selama empat tahun menjadi porter
pernah sekali membawa turis asing, dimana kesulitan bahasa asing menjadi
kendala bagi para porter pada umumnya. Ia pun terpaksa harus menggunakan bahasa
isyarat untuk saling memahami.
Pria yang bertempat tinggal di desa Doro Peti
ini berharap dengan diresmikannya Tambora menjadi taman nasional ini bisa
membuat jasanya sebagai porter akan dilirik pengunjung. Selain itu juga ia
berharap diresmikannya Tambora menjadi taman nasional bisa berdampak positif
terhadap perekonomian warga sekitar Tambora.
Blogmu apik mas,, Apalagi foto-fotonya.. Luar Biasak ! (y)
BalasHapusah samang ojo ngetjeee...aku masih pemula ngeblog je... :(
BalasHapussamang cah blog ket sue je..mohon bimbinganipun ngarso dalem
Lha nek samang anyaran ngeblog njuk sahaya niki nopo ndoro,, rung lahir :))
BalasHapusKulo ingkang nyuwun bimbinganipun nulis lan reporting... *sungkem
foto-fotonya bagus. ayo ngeblog lagi!
BalasHapusayok lahhh...berrangkat sudah kilimanjaro :D
Hapus