Pukul 06.00 tepat bus berangkat menuju Oudomxay, kami bersyukur karena tim lain belum ada yag sampai di terminal. Perjalanan menuju border Vietnam dan Laos cukup jauh sekitar 2 jam. Sepanjang perjalanan kami sangat mengantuk dan lapar karena kurang istirahat dan makanan. Waktu 2 jam itu kami pergunakan untuk tidur.
Menuju border Vietnam dan Laos ini cukup unik karena letak dari gedung perbatasan itu ada di puncak sebuah bukit. Sepanjang perjalanan menuju perbatasan ini dapat dilihat hutan yang masih sangat lebat dan tidak ada rumah-rumah penduduk. Cuaca cukup dingin pada waktu itu karena letak gedung perbatasan ini ada di perbukitan.
Sesampainya di gedung ini kami harus mengantri dengan beberapa turis asing, kami merasa bersyukur karena kami sebagai warga Asia Tenggara tidak memerlukan visa jadi kami tidak perlu mengeluarkan uang lagi. Namun, tak disangka di saat uang kami menipis ternyata harapan kami untuk melewati perbatasan ini dengan gratis sirna. Kami masih harus membayar biaya administrasi yang cukup menguras uang kami bertiga.
Tapi kami merasa cukup beruntung dengan melakukan hitch hiking kemarin, kami jadi punya uang untuk membayar biaya administrasi yang tidak terduga ini. Dengan pengeluaran tak terduga ini kami jadi harus menunda lagi untuk bisa makan karena uang kami berkurang cukup banyak. Cukup lama kami harus tertahan di perbatasan ini karena antrian yang cukup banyak dan proses administrasi yang cukup lama.
Akhirnya perjalanan berlanjut menuju Oudomxay. Dari perbatasan ini dibutuhkan waktu sekitar 6 jam perjalanan. Kami lapar dan haus tapi kami tidak yakin untuk membeli makanan karena uang kami sudah menipis. Kami tetap waspada jika di depan nanti akan ada pengeluaran tak terduga lagi. Perjalanan yang membosankan dengan pemandangan yang sama seperti di pedalaman Indonesia yang belum terjamah pembangunan.
Hutan dan perkampungan yang lebih mirip daerah tertinggal membuat kami jenuh di dalam bus. Sopir bus pun sering berhenti lama di pemberhentian-pemberhentian antar kota. Kami cukup khawatir akan disusul tim lain karena bus yang kami tumpangi sering berhenti. Cukup melelahkan perjalanan menuju kota Oudomxay ini.
Akhirnya kami sampai di terminal kota Oudomxay pada sore hari. Kami segera mencari titik finish yang sudah ditentukan yaitu di Villa Keo Seum Sack tidak jauh dari terminal bus Oudomxay. Letaknya sekitar 300 meter sebelum terminal bus. Karena kami masih punya sedikit uang dan merasa harus segera mencapai finish, kami menyewa tuk-tuk untuk menemukan tempat ini.
Tidak lebih dari lima menit kami temukan Villa ini. Perjuangan kami dari Sapa Vietnam menuju Oudomxay Laos ini terbayar karena kami bisa kembali menjadi yang pertama. Kami cukup puas dengan strategi kami yaitu memaksimalkan kemampuan hitch hiking kami. Tim X2 menyusul kami di belakang, mereka juga mendapatkan privilege sebuah kamar di Villa ini.
Kami diberikan kesempatan untuk beristirahat selama 3 jam untuk kemudian akan memulai tantangan di Laos ini, yaitu bersepeda sejauh 140 km. Kami para peserta tidak tahu akan sejauh apa kami bersepeda, yang ada kami hanya diberikan 3 check point yang harus dicari. Check point pertama dan kedua ada di sekitar radius 20 km dari tempat start, sedangkan check point ketiga ada di kota Luang Namtha yang berjarak sekitar 140 km dari kota Oudomxay.
|
Malam hari tantangan bersepeda dimulai. (photo : Caldera Sobek) |
Start akhirnya dimulai pada malam hari dengan batas waktu pukul 21.00 kami harus berhenti untuk beristirahat. Tim kami berangkat pertama karena kami adalah peserta pertama yang sampai di Oudomxay. Tim selanjutnya adalah Tim X2 dengan jeda waktu satu jam setelah kami berangkat. Sementara itu tim X9 masih belum datang ke Villa Keo Seum Sack. Poin dihitung berdasarkan catatan waktu dan bukan siapa yang tercepat sampai di Luang Namtha, meskipun begitu tim kami harus tetap menjaga jarak agar bisa tetap di posisi teratas klasemen.
Perjalanan kami mulai, berbekal GPS dari panitia, kami lalui jalanan yang gelap dengan track yang cukup landai. Perbekalan seperti makanan, minuman, tenda, dan peralatan keamanan kami sudah siapkan. Check point pertama sekitar 10 km dari titik start yaitu di desa Ban Lak Sip, kami harus segera mendapatkannya sebelum batas waktu yang ditentukan. Di Laos, kami harus berjalan di lajur kanan, tidak seperti di Indonesia di lajur kiri.
|
Check Point pertama Extreme Cycling dari Oudomxay menuju Luang Namtha, Laos yang terletak di perkebunan warga. Kami mencapai lokasi ini pada malam hari dibawah guyuran hujan. (photo : Wildan Indrawan) |
Dengan GPS saya memandu teman-teman untuk mengikuti saya, cuaca hujan gerimis dan jalanan yang gelap menjadi tantangan tersendiri karena sangat berbahaya karena banyak truk besar yang melintas di jalan tersebut. kurang dari satu jam kami berhasil menemukan check point pertama, terletak di perkebunan warga yang jalannya cukup berlumpur untuk dilewati.
Karena batas waktu sudah hampir habis, kami harus menyudahi perjalanan kami dan bermalam di desa setempat. Kami berencana membuka tenda untuk bermalam di desa tersebut, namun tiba-tiba ada seorang warga setempat menghampiri kami. Warga tersebut kebetulan bisa berbahasa inggris dengan lancar, kami cukup tertolong akhirnya kami bisa berkomunikasi dengan normal. Ia memperkenalkan diri, namanya Somsak. Kami pun juga berkenalan dan menceritakan kondisi kami bahwa kami membutuhkan tempat bermalam.
Mr. Somsak, kami memanggilnya. Ia memperbolehkan kami untuk bermalam di rumahnya, tapi ia harus meminta ijin kepada kepala desa setempat. Kami menuruti apa yang dia katakan dengan mengikutinya ke rumah kepala desa. Sesampainya di rumah kepala desa, kami ternyata harus dibawa ke kantor kepala desa untuk diambil data kami.
Cukup merepotkan menurut saya, karena kami pikir kami hanya menumpang tidur satu malam saja tapi malah harus berbelit-belit seperti ini. Di kantor desa kami ditanya semacam diinterogasi, diperiksa paspor kami, dan apa tujuan kami singgah di desa ini. Kami bisa berkomunikasi dengan petugas desa karena bantuan Mr. Somsak jika tidak ada dia mungkin kami akan terlantar.
Oleh petugas desa kami dianjurkan untuk kembali ke kota Oudomxay karena menurut peraturan, radius 50 km dari kota utama kami harus bermalam di hotel. Kami tentu saja menolak hal tersebut karena perjalanan kami menuju Luang Namtha masih jauh, jika kami harus kembali lagi ke kota Oudomxay itu akan sangat merugikan kami.
Kami bersikeras untuk bisa singgah di desa tersebut dengan cara apapun termasuk bermalam di tenda. Pihak desa tidak mengijinkan lantaran kota masih cukup dekat. Kami memohon untuk bisa bermalam di tenda yang kami bawa, tapi tetap tidak diijinkan. Akhirnya mereka mengijinkan kami untuk bermalam di kantor desa dengan membayar dengan nominal yang tidak sedikit. Kami pun paham ternyata mereka hanya mencari keuntungan dari kami.
Dengan berat hati kami harus merogoh kocek dalam-dalam untuk bisa bermalam di kantor desa itu. Di kantor tersebut memang tersedia kamar dengan fasilitas tempat tidur dan selimutnya. Jadi walaupun harus membayar cukup mahal kami bisa beristirahat dengan nyaman untuk melanjutkan perjalanan esok harinya.
|
Kayuhan tak kenal lelah menuju Luang Namtha di pagi hari. Banyak track menanjak yang harus dilewati di medan ini. (photo : Caldera Indonesia) |
Kami tidur cukup nyenyak, pagi menjelang kami bersiap melanjutkan perjalanan. Start dimulai pukul 06.00, jalanan terlihat berkabut dan cuaca cukup dingin. Kami mulai melanjutkan perjalanan tanpa sarapan karena kami pikir waktu lebih berharga daripada makan pagi. Check point kedua menurut GPS kami berjarak 10 km namun kami belum tahu akan seperti apa medan di depan nanti.
Mengayuh sepeda dengan semangat karena khawatir tim lain akan menyusul kami di belakang, kami melewati jalan beraspal yang bagus dan medan menurun di awal track. Tidak sampai 15 menit kami menikmati track menurun itu, kami akhirnya mulai dihadapkan jalanan yang naik dan berkelok-kelok. Pada awalnya kami bisa mengatasi dengan mengoper ke gigi rendah dan mengayuh sepeda dengan kayuhan yang cepat.
|
Menyempatkan diri untuk menikmati keindahan perbukitan dari ketinggian sepanjang perjalanan menuju Luang Namtha. (photo : Reza Fahriza) |
Beberapa kali kami harus berhenti karena jalan menanjak ini tidak ada habisnya. Namun kami cukup terhibur dengan pemandangan perbukitan yang terlihat dari ketinggian. Sabana membentang luas, hutan masih cukup terjaga dan beberapa rumah penduduk setempat yang menghiasi pemandangan hijau tersebut.
|
Check point kedua kami temukan di pinggir jalan sekitar 20 km dari kota Oudomxay menuju Luang Namtha. (photo file : Wildan Indrawan) |
Sekitar 3 jam kami bersepeda akhirnya menemukan check point kedua dan berfoto di sana sebagai bukti penilaian nanti. Setelah berfoto kami beristirahat sebentar untuk melemaskan otot, namun kami merasa tidak berlama-lama di sini karena tim lain akan segera menyusul kami jika kami bersantai-santai.
Kami lanjutkan perjalanan menuju Luang Namtha, nampak di GPS kami jarak masih sekitar 120 km. Jauh sekali gumam saya, bersepeda seharian juga tidak akan sampai pikir saya dalam hati. Namun kami akan tetap menjalaninya entah medan seperti apa yang akan kami hadapi di depan. Kami lanjutkan perjalanan, beberapa kali merasa pusing karena kami belum sarapan tadi pagi.
|
Semangat tim X4 yang masih terjaga di awal perjalanan dari Oudomxay menuju Luang Namtha. (photo : Caldera Indonesia) |
Kami berhenti di sebuah desa yang terdapat penampungan air untuk kegiatan kami menyiapkan makanan. Air di tempat tersebut sangat kotor, jadi kami tidak bisa mempergunakannya untuk memasak. Kami pun menggunakan air mineral untuk memasak dan air di penampungan itu kami pergunakan untuk mencuci peralatan masak.
Mie instan dicampur ikan sarden menjadi menu makan siang waktu itu. Kami memasak dengan cepat dan segera melahapnya untuk segera melanjutkan perjalanan menuju Luang Namtha. Perjalanan masih sangat jauh, saya melihat GPS kami sudah bergeser cukup lumayan, jarak menunjukkan sekitar 90 km lagi. Panas terik tidak menghalangi kami untuk tetap mengayuh dengan semangat.
|
Medan menanjak yang terlalu panjang membuat Liem Joeng Liang harus menuntun sepedanya untuk mengurangi beban di otot kaki. (photo : Caldera Indonesia) |
Jalan menanjak ini tak ada habisnya!! teriak saya dalam hati. Sering kami harus menuntun sepeda karena tanjakan yang kami lewati terlalu panjang. Beberapa kali kami harus berhenti di jalan raya untuk sekedar meluruskan pinggang, tak jarang kami sampai tertidur pulas dan terbangun karena dikejutkan suara klakson truk yang melintas.
Setelah perjalanan yang kami tempuh sejauh 60 km dengan track menanjak akhirnya terlihat di depan kami jalanan menurun cukup panjang dan jauh. Penderitaan kami berakhir, tanpa basa-basi lagi saya manfaatkan jalanan menurun ini dengan menggenjot sekuat tenaga agar sepeda saya melaju kencang. Cukup berbahaya karena jalan menurun ini lumayan curam, namun bagi kami ini saatnya meninggalkan jauh lawan-lawan kami.
|
Saya di depan membawa perbekalan dan peralatan pendukung untuk perjalanan kami menuju Luang Namtha. Beberapa tanjakan masih kami jumpai setelah melewati turunan panjang. (photo : Caldera Indonesia) |
Sekitar 30 km jalanan menurun ini kami lalui, cukup membantu untuk melemaskan otot-otot kami. Saya melihat GPS jarak tinggal 50 km lagi, tidak terlalu jauh tapi tidak dekat juga. Jalanan mulai datar dan beberapa kali menanjak tapi tidak separah track awal sebelumnya. Siang menjelang sore kami berhenti di restoran china. Kami merasa harus memberikan reward terhadap diri kami karena pencapaian sejauh ini kami berhasil di posisi pertama.
Sembari beristirahat kami menyantap masakan china berupa nasi goreng ayam yang kami rindukan. Berhari-hari kami makan masakan yang tidak cocok di lidah kami, sehingga waktu menemukan masakan china ini kami merasa mendapatkan sebuah hal yang sangat berharga. Sungguh nikmat! Makanan senikmat ini bisa kami dapatkan dengan bersusah payah menjelaskan dengan bahasa isyarat dan gambar oleh Mutiara.
Tak banyak membuang waktu, setelah makanan habis kami melanjutkan perjalanan menuju Luang Namtha, jarak masih 30 km lagi dan hari mulai sore. Kami harus mencapai lokasi sebelum jam 21.00 batas waktu untuk berhenti beraktifitas. Kami mulai terpisah-pisah, Saya jauh di depan, Mutiara di tengah dan Joeng jauh tertinggal di belakang.
|
Saya beristirahat sambil menunggu Mutiara dan Joeng di salah satu penanda jalan. (photo : Wildan Indrawan) |
Saya memutuskan untuk berhenti dan menunggu dua rekan saya di belakang. Mutiara sudah nampak namun Joeng masih belum terlihat. Kami berdua mengkhawatirkan Joeng jika terjadi sesuatu dan kami tidak tahu karena dia jauh di belakang. Tak berapa lama akhirnya Joeng menampakkan dirinya dan kami bertiga berkumpul kembali. Rupanya Joeng mengalami cedera otot paha karena ukuran sepeda yang dia pakai tidak sesuai dengan tinggi badannya.
Saya bertanya pada Joeng apakah masih bisa melanjutkan hingga garis finish, karena pada waktu itu jarak menuju finish tinggal belasan kilometer saja. Dia menyatakan masih sanggup untuk melanjutkan pelan-pelan. Saya sangat bersyukur mempunyai rekan satu tim yang kompak dan mau bekerja keras, mereka sadar kami tidak sedang liburan. Kami sedang mengikuti sebuah perlombaan yang mengharuskan kami untuk PUSH THE LIMIT!
|
Luang Namtha Night Market menjadi tempat finish etape kali ini. Tempat ini merupakan pasar malam yang menjual makanan khas Laos, lebih mirip seperti food court dengan konsep angkringan ala Jogjakarta. (photo : Wildan Indrawan) |
Hari mulai gelap, dengan berbekal lampu sepeda dan headlamp kami mengayuh sekuat tenaga. Kami khawatir karena banyak berhenti jadi memperpendek jarak dengan tim lain di belakang. Menurut warga setempat, check point finish sudah dekat di
Luang Namtha Night Market. Kami sudah masuk di kota dan suasana sungguh berbeda dari tempat-tempat yang kami sudah lalui. Di sini banyak kendaraan pribadi, banyak turis asing, dan beberapa pertokoan. Tidak seperti beberapa daerah yang kami lewati yang masih berupa hutan dan perbukitan. Di sini nampak lebih hidup.
Kami temukan Luang Namtha Night Market, kami menjadi tim yang pertama yang sampai di finish. Namun kami masih belum bisa berpuas diri lantaran pemenang tantangan ini bukan ditentukan dari siapa yang lebih dahulu sampai finish tetapi dihitung dari catatan waktu tercepat dari semua tim. Sebagai tim yang pertama kami punya waktu lebih banyak untuk beristirahat di hotel yang sudah disediakan panitia.
|
Liem Joeng Liang saat diwawancara karena berhasil memenangkan kembali tantangan di Laos ini bersama tim X4. (photo : Wildan Indrawan) |
Sembari menunggu tim lain datang kami membersihkan diri dengan air panas. Ya, kami sudah tidak mandi berhari-hari sejak di Vietnam hingga di Luang Namtha Laos ini. Rasanya sangat menyenangkan bisa mandi dengan air panas. Jam menunjukkan pukul 21.00 kedua tim lain belum nampak di hotel, menurut panitia mereka harus berhenti di tengah perjalanan karena batas waktu yang ditentukan sudah habis. Mereka harus menginap di tenda untuk bermalam menunggu hari esok dan melanjutkan perjalanan lagi.
Kami pun bersorak karena akhirnya kami yakin kembali menjadi posisi pertama di tantangan kali ini. Kami merasa bersyukur atas kerja keras kami untuk push the limit terbayar, kini kami bisa beristirahat dengan nyaman di hotel sementara dua lawan kami harus tidur di tenda di pinggir jalan.
Esoknya tim yang berhasil menyusul kami di posisi kedua adalah tim X9, mereka akhirnya bisa mengalahkan tim X2. Tim X9 ini sempat terseok-seok di tantangan Vietnam namun dalam menjalani tantangan di Laos ini mereka nampak lebih termotivasi untuk tidak tersingkir di etape Asia Tenggara. Mereka bertekad untuk bisa lolos ke final dengan menjalani tantangan sebaik-baiknya.
|
Tim X2 harus dievakuasi menggunakan kendaraan semacam tuk-tuk untuk dibawa ke titik finish. Dengan dievakuasi mereka tidak mendapatkan nilai tambahan dari tantangan ini. (photo : Caldera Indonesia) |
Tim X2 ternyata harus dievakuasi karena menurut panitia mereka bisa tertinggal untuk tantangan selanjutnya karena tantangan selanjutnya akan segera dimulai. Otomatis karena mereka tidak menyelesaikan tantangan ini mereka tidak mendapatkan point. Setelah kedua tim sampai di titik finish, tim X9 dan X2 diberikan kesempatan beristirahat dan membersihkan diri hingga siang hari. Tantangan selanjutnya adalah melintasi perbatasan dari Luang Namtha menuju Bangkok Thailand.
|
Foto bersama semua peserta di titik start di Luang Namtha untuk menjalani tantangan menuju Bangkok. (photo : Caldera Indonesia) |
Semua tim dikumpulkan untuk diberikan penjelasan tentang tantangan selanjutnya. Seperti sebelumnya kami diberikan budget untuk transportasi dan biaya makan. Segera setelah dimulai, semua tim berpencar mencari cara bagaimana mendapatkan kendaraan untuk menuju Bangkok. Salah satu tim lawan masuk ke agen travel, mungkin mereka sedang menanyakan bagaimana cara menuju ke Bangkok.
|
Papan tarif di sebuah agen travel menjadi acuan kami untuk mengurutkan kota mana saja yang akan kami lewati. (photo : Wildan Indrawan) |
Tim kami berjalan saja menghindari tim lain, kami juga belum tahu bagaimana bisa mencapai Bangkok. Kami juga mencoba untuk bertanya agen travel, mereka mengatakan akan ada bus yang menuju Chiang Rai sore nanti. Kami tidak bisa membuang waktu untuk menunggu bus tersebut. Kami berjalan berputar-putar, balik kanan balik kiri untuk membuat lawan kami juga bingung melihat apa yang akan kami lakukan.
|
Suasana jalanan di Luang Namtha setelah diguyur hujan. Banyak terdapat guest house dan warung makan yang harganya cukup terjangkau. (photo Wildan Indrawan) |
Setelah lawan-lawan kami menjauh kami mulai merumuskan apa yang harus dilakukan untuk menuju Bangkok. Kami mencatat kota mana saja yang akan kami lewati untuk masuk ke negara Thailand, kami harus melewati border Laos dan Thailand di Chiang Khong. Seperti sebelumnya yang kami lakukan kami hitch hiking. Tidak mudah melakukan hitch hiking di Luang Namtha, berkali-kali kami ditolak.
|
Mendapatkan tumpangan seorang dokter yang baik hati, ia mau mengantarkan kami sampai terminal bus terdekat di kota Luang Namtha, Laos. (photo : Wildan Indrawan) |
Tim lain nampak dari kejauhan juga melakukan hal yang sama, akhirnya ada mobil yang berhenti menyapa kami ramah. Dia bisa berbahasa inggris, kami memohon untuk bisa menumpang sampai terminal di mana kami bisa mendapatkan bus untuk segera menuju perbatasan. Dia mempersilakan kami masuk.
Kami berkenalan, rupanya ia adalah seorang dokter spesialis yang sedang berangkat bekerja menuju rumah sakit. Kami menjadi merasa tidak enak karena ternyata yang kami mintai tumpangan adalah seorang dokter. Namun, Ia dengan senang hati mengantarkan kami menuju terminal bus, dalam perjalanan dia menceritakan pengalamannya menjadi dokter.
Tiba di terminal bus Luang Namtha, kami harus berpikir lagi bagaimana menyambung perjalanan untuk mencapai perbatasan Laos - Thailand. Tim lain juga mulai berdatangan di terminal bus yang sama. Kami hanya diam saja menunggu apa yang akan mereka lakukan, karena kami tidak ingin rencana kami terdeteksi oleh tim lawan.
Apa yang akan terjadi dalam perjalanan menuju Bangkok, Thailand. Hal mengejutkan akan terjadi di tulisan selanjutnya. Dua tim berkoalisi menuju Bangkok !! Siapa mereka? Nantikan tulisan selanjutnya.
hahahahaha koe kudu rapopo
BalasHapus